Sidang Kasus Lahan di Rupat: Ahli Sebut, Terdakwa Tak Sesuai Dikenakan Pasal 263 dan 385 -->

adsterra1

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

adsterra3

Sidang Kasus Lahan di Rupat: Ahli Sebut, Terdakwa Tak Sesuai Dikenakan Pasal 263 dan 385

, September 27, 2022

Sidang di PN Bengkalis hadirkan saksi ahli pidana


RIAUEXPRESS, BENGKALIS - Sidang dugaan pemalsuan surat tanah dengan pasal 263 ayat (1), dan dugaan penyerobotan lahan pasal 385 dengan terdakwa Asin alias Asia (53), warga kelurahan Tanjung Kapal, kecamatan Rupat, kabupaten Bengkalis, provinsi Riau kembali digelar, Selasa (27/09/22).


Sidang ini dengan agenda menghadirkan saksi ahi hukum pidana dari Universitas Riau (UNRI), Dr. Erdianto Effendi, SH.,M.,Hum, berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis dipimpin ketua majelis hakim Bayu Soho Rahardjo,SH.,MH dengan didampingi dua hakim anggota.


Dihadapan majelis hakim, dua orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bengkalis, dan dua orang penasehat hukum terdakwa (Asin), Henri Zanita, SH.,MH dan Hermansyah Siregar, SH, Saksi Ahli Pidana Dr. Erdianto Effendi, menyampaikan terkait penerapan pasal  263 ayat (1) dan pasal 385.


“Di pasal 385 itu objeknya tanah, bukan tanaman ataupun bangunannya. Jika hanya sekedar menanam ataupun mendirikan bangunan, itu tidak masuk dalam pasal 385. Namun cocoknya dikenakan PRP No 51 Tahun 60, "ungkap dia.


Untuk penerapan PRP No 51 Tahun 60 ini, jika terdakwa tidak memiliki surat. Dan apabila memiliki surat, maka harus diselesaikan dulu secara perdata bagi dua belah pihak yang sama-sama mengakui memiliki surat, untuk menentukan siapa sebenarnya yang berhak atas tanah tersebut.


Kemudian terkait dugaan surat palsu, itu bukan sekedar terdaftar atau tidak terdaftar, akan tetapi juga harus dicocokkan dengan fakta yang ada di lapangan terkait batas sempadan, luas lahan dan lainnya. Dan mana surat yang cocok, itu yang sah, bukan palsu, meski tidak terdaftar, karena saking lamanya.


Sementara, penerapan pasal 263 itu bertujuan untuk mencegah pihak manapun, agar tidak menyalahgunakan memalsukan dari yang aslinya sebagai barang bukti yang sah melalui surat tertulis secara resmi.


Dan, apabila yang disengketakan itu lahan A, namun yang dipermasalahkan adalah lahan B maka itu namnya error obyek atau tidak sinkron.


Diluar sidang, Dr. Erdianto Effendi mengatakan kepada wartawan, jika terdakwa mempunyai surat, maka tidak cocok dikenakan pasal 385, namun murni kasus perdata. Dan surat tersebut disesuaikan dengan di lapangan, maka surat yang paling cocok itulah yang sah.


Kemudian, terdakwa juga dikenakan pasal 263, sedangkan yang bersangkutan seorang buta huruf, jadi bagaimana dia bisa memalsukan surat. Bahkan dimungkin dia sendiri tidak tahu mana surat yang asli, mana yang palsu.


“Jadi, kalau tidak terbukti unsur-unsur yang didakwakan seharusnya dibebaskan. Sebab dilihat dari kronologi kasus, perkara ini bukan pidana, tapi perdata. Dan kedua pasal itu tidak tepat dan tidak sesuai diterapkan dengan kasus yang sedang berjalan ini, "tutupnya.


Menanggapi fakta-fakta persidangan, Penasehat hukum Henri Zanita, SH.,MH menyampaikan, bahwa sesuai fakta persidangan yang disampaikan ahli, bahwa pemalsuan surat pasal 263 ayat (1) itu tidak sesuai diterapkan kepada orang yang buta huruf.


"Kemudian, pasal 385 tentang penyerobotan lahan ini juga tidak masuk unsur sesuai keterangan ahli saat kita tanya. Sehingga kami harapkan hakim jeli terhadap perkara ini, dan keadilan harus benar-benar ditegakkan, "ungkapnya.


Lahan yang disengketakan ini kurang lebih luasnya sekitar 2 hektar berlokasi di RT/RW: 14/04, dusun Rampang, kelurahan Tanjung Kapal, kecamatan Rupat, kabupaten Bengkalis, provinsi Riau. Dan untuk sidang lanjutan pekan depan, dengan agenda pemeriksaan terdakwa.**

TerPopuler