https://bugaruche.com/dAmKFnzWd.GoNiv-ZDGvUM/DeFm/9EupZZUsl/kFPSTuY/ywNqDUcRx/N/j/A/taNCjaIZ0sNDz/E/2hMaQE Polres Bengkalis Dalami Aksi Dugaan Pelaku Babat Hutan Lindung Cagar Biosfer GSK-BB -->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Polres Bengkalis Dalami Aksi Dugaan Pelaku Babat Hutan Lindung Cagar Biosfer GSK-BB

, Juli 08, 2025
Ilustrasi (sumber tribun)

RIAUEXPRESS, BENGKALIS - Terjadinya aksi dugaan perambahan hutan lindung Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) yang masih terus terjadi, pihak Kepolisian Polres Bengkalis sedang melakukan pendalaman dengan melakukan lidik siapapun yang terlibat.


Hal ini disampaikan Kasat Reskrim Polres Bengkalis Iptu Yohn Mabel, bahwa pihaknya kini sedang melakukan lidik terkait aksi pembabatan secara liar hutan lindung Cagar Biosfer GSK-BB. Hal itu dilakukan untuk mengetahui siapapun yang terlibat didalamnya untuk bisa diproses hukum.


"Saat ini sedang proses lidik, "ujar Yohn Mabel melalui pesan singkat, Selasa (08/07/25).


Sebelumnya, aksi ilegal loging yang sudah bertahun-tahun berjalan di GSK-BB itu, diperkirakan telah merugikan negara mencapai ratusan Milyar. Sehingga tokoh masyarakat hingga akademisi di Riau angkat bicara untuk bisa ditindak secara tegas tanpa pandang bulu.


Menurut Dosen di UIN Suska Riau bidang lingkungan, DR Elviriadi,S.Pi.,M.Si tegaskan, siapapun yang berada di balik aksi ilegal loging itu harus disikat, harus ditangkap apapun pangkat dan jabatannya.


"Jangan sampai gara-gara orang kuat dibelakangnya yang bermain lalu hukum jadi lemah. Sementara yang kecil lebih cepat diproses menghukum. Dan APH harus serius menangani hal ini, "ujarnya.


Ia menyebut, jika aksi ilegal loging itu terus dibiarkan, maka hancurlah seluruh hutan di Riau. Terutama cagar biosfer GSK-BB yang merupakan areal sangat dilindungi, sebagai paru-paru dunia yang menghasilkan oksigen yang kaya bagi riau dan dunia.


Menurut Pengurus Majelis Nasional KAHMI, PP Muhammadiyah, dan ICMI sampaikan, soal ilegal loging itu sudah urgensi sekali, karena hutan sudah banyak yang hancur, dan kini tinggal beberapa area di Riau.


"Artinya, jika tidak cepat disikapi dari semua pihak terutama oleh Aparat Penegak Hukum (APH), maka tidak akan lama lagi hancurlah seluruh hutan di Riau ini, "ungkap pria sering jadi Saksi Ahli di Persidangan dan juga pernah menjadi Tenaga Ahli Kementrian LHK ini.


Sementara, tokoh masyarakat Siak Kecil Bukhari meminta Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yabg telah menyegel aktivitas kebun sawit di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di sejumlah titik se Indonesia termasuk wilayah Provinsi Riau itu,juga tidak melakukan tebang pilih dalam melakukan tindakan.


"Kinerja Satgas PLH kita nilai masih tebang pilih atau bahkan tutup mata, lantaran kawasan hutan masuk katagori dilindungi terindikasi aktifitas pembabatan hutan lindung terus berlangsung di kawasan hutan lindung Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-  Bukit Batu (GSK-BB), "tegasnya.


Di sisi lain, warga setempat Sabri sampaikan, bahwa mobil cold diesel yang mengangkat kayu olahan yang diduga berasal dari pengerusakan hutan lindung Cagar Biosfer GSK-BB itu diangkut dari Desa Sei Linau, kecamatan Siak Kecil setelah dikeluarkan dari hutan, kemudian mobil itu melintas desa Sadar Jaya, dan kayu itu dikumpulkan di desa Sei Pasung-Siak Kecil.


"Mereka beroperasi jelang dini hari mulai pukul sekitar 00.00 WIB. Kemudian sesampainya dikumpulkan di Sei Pasung, kemudian akan diangkut kembali untuk dibawa ke kota Pekanbaru maupun kota Dumai, "terang Sabri.


Cagar Biosfer GSK-BB merupakan kawasan satu-satunya konservasi internasional di Provinsi Riau, yang ditetapkan sebagai cagar biosfer tahun 2009 oleh UNESCO, yang masuk dalam sebutan paru-paru dunia.


Cagar Biosfer GSK-BB memiliki keunikan, sebagai zona inti taman nasional, berbeda dengan cagar biosfer tempat lain, dengan luas mencapai 705.721 hektar yang terbagi menjadi tiga zona, yaitu area inti, area penyangga, dan area transisi. 


Untuk area inti berfungsi melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistem. Area penyangga untuk kegiatan yang tidak merusak ekosistem, dan area transisi sebagai ajang kegiatan pertanian dan pembangunan yang berkelanjutan.**

TerPopuler