Lahan IKN Utamakan Investor Dibanding Rakyat Lokal, Kenapa !? -->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Lahan IKN Utamakan Investor Dibanding Rakyat Lokal, Kenapa !?

, Agustus 02, 2024

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd, l

(Alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin)


RIAUEXPRESS - Presiden Joko Widodo memberikan izin Hak Guna Usaha (HGU) 190 tahun bagi investor di Ibu Kota Nusantara (1KN). Aturan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang berlaku mulai 11 Juli 2024.


Tentu perlakuan "karpet merah" kepada investor ini berbanding terbalik dengan masyarakat yang menuntut status lahan di 1KN beberapa waktu lalu. Warga meminta pemerintah tidak sewenang-wenang menetapkan lahan warga sebagai HGU. Sebab lahan yang ditetapkan itu sudah lama dimiliki, warisan keluarga secara turun temurun. Kemudian soal sertifikat lahan yang rupanya hanya jadi hak pakai bukan hak milik.

 

Pepres Percepatan Pembangunan IKN di atas itu pun direspon oleh Dosen Hukum Universitas Airlangga (Unair), Oemar Moechthar SH MKn. Dia berpendapat, pemberian HGU untuk jangka waktu yang sangat lama dapat mengurangi kontrol pemerintah terhadap penggunaan tanah tersebut. Ia menilai, pemberian HGU selama 190 tahun juga mengkhawatirkan karena berisiko disalahgunakan investor.


Oemar menyarankan agar pemerintah meninjau kembali kebijakan pemberian HGU 190 tahun. Ia berpendapat, pemberian HGU seharusnya dilakukan secara lebih bertahap dan dievaluasi secara berkala, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.


Penilaian senada dikemukakan oleh anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama (SJP) bahwa perpres tersebut justru akan menambah ketimpangan penguasaan lahan dan tidak mempertimbangkan tanah adat yang memiliki sejarah, makam-makam tua, situs ritual adat, dan sebagai tempat mencari nafkah. Dia menilai, investasi pada IKN tidak kunjung meningkat bukan karena hal-hal terkait durasi hak atas tanah, melainkan karena karakteristik investasinya pada infrastruktur publik.


Investor "Dianakemaskan"

Meski diklaim mendatangkan investor, Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika menyebut pemberian HGU sampai 190 tahun dan HGB 160 tahun adalah kebijakan yang lebih buruk dari masa penjajahan Belanda di Indonesia. Menurutnya, UU Agraria Kolonial (Agrarische Wet 1870) saja hanya membolehkan hak konsesi perkebunan kepada investor paling lama 75 tahun.

 

Tak hanya itu, kebijakan pemerintah tersebut dinilai merugikan masyarakat lokal. “Peningkatan durasi HGU dapat merugikan masyarakat lokal dan lingkungan, fokus investor beralih dari keuntungan jangka pendek menjadi jangka panjang, "ujar Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional atau UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat. 


Insentif HGU, menurutnya, berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan antara keuntungan investor IKN, pemerataan ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan. Penetapan kriteria ketat guna melenggangkan pemberian HGU di IKN selama itu, menurut Achmad, masih meningkatkan kecemasan terkait lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan tanah.


Ada beberapa pendapat kontra Perpres yang menganakemaskan investor tersebut seharusnya direspon positif. Keberpihakan pemerintah kepada rakyat kembali dipertanyakan. Dapat dikatakan betapa pemerintah Indonesia ambisius membangun IKN baru dengan kondisi yang sebenarnya tidak mendukung kecuali berharap pada investasi asing. Padahal investasi atau kerja sama dengan asing baik level swasta atau negara asing tentu tidak ada yang gratis. “No free lunch”, investor tidak mungkin terlibat dalam IKN baru tanpa ada keuntungan.  


Keterlibatan investor di IKN justru berbahaya. Negara akan didikte sehingga secara tidak langsung menjadi jalan asing berkuasa alias dijajah. Cukup sudah negara ini ketergantungan dengan investor atau asing. Bagaimana tidak ibu kota sebagai pusat pemerintahan dan kebanggaan justru dari sisi pendanaan berasal dari investor swasta atau negara asing. Pemerintah seharusnya mandiri, tidak menganakemaskan dan melibatkan pihak asing dalam pembangunan ibu kota.


Apapun alasannya melibatkan asing dalam IKN baru, menandakan posisi tawar Indonesia di mata dunia lemah. Mentalitas ketergantungan pada  investor harus dikikis habis. Cukup sudah selalu libatkan asing, Indonesia semakin terjajah apalagi dalam membangun ibu kota baru. 


Investasi Asing dalam Syariat

Sungguh Allah Swt telah melarang memberikan jalan apapun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman, dalam firman-Nya yang artinya:  

“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 141). 


Ayat ini relevan untuk dijadikan dalil keharaman memberikan jalan kepada pihak asing (kaum kafir) dalam menyelesaikan urusan kaum mukmin. Termasuk dalam pemindahan dan pembangunan ibu kota negara. 


Merujuk pada sejarah peradaban Islam, sejatinya Khilafah tidak anti asing. Rasulullah Saw dan para Khalifah setelah beliau sebagai pemimpin negara acap kali melakukan hubungan dan kerja sama dengan bangsa lain.

 

Namun, tentu berbeda dengan saat ini hubungan yang dibangun oleh para pemimpin muslim dulu mencerminkan kewibawaan, keberanian, dan kemerdekaan sebagai negara ideologis Islam yang berdaulat. Jauh dari sikap pengecut, tidak mau tunduk pada tekanan asing, apalagi menjadi budak mereka. 


Hubungan luar negeri yang dilakukan oleh negara Islam bukan semata interaksi biasa. Namun memiliki prinsip demi terlaksananya dakwah Islam. Ini karena nash-nash Al-Qur'an dengan gamblang memerintahkan untuk memerangi kafir yang menyerang Islam dan kaum muslimin. Bukan sebaliknya, berdamai dan bekerja sama dengan mereka. 


Tujuan dakwah demi kemuliaan Islam dan kaum muslimin akan memberi arahan kepada negara bentuk hubungan seperti apa yang harus dilangsungkan dengan negara lain. Apakah perjanjian damai, kerja sama ekonomi, atau berperang dengan mengerahkan pasukan militer. Sikap tegas inilah yang dibutuhkan untuk membebaskan negeri-negeri muslim dari cengkeraman dan penindasan asing. 


Dengan demikian kesungguhan negara dalam membangun IKN tanpa investor akan menunjukkan keagungan dan menutup jalan dominasi pihak luar. Akankah negara mampu membangun IKN tanpa investor? Jawabannya mampu jika negara mengambilalih kekuasaan dengan sistem Islam.

Wallahu’alam...

TerPopuler