https://bugaruche.com/dAmKFnzWd.GoNiv-ZDGvUM/DeFm/9EupZZUsl/kFPSTuY/ywNqDUcRx/N/j/A/taNCjaIZ0sNDz/E/2hMaQE Pakar Pidana: Temuan BPK Terkait Retribusi RoRo Berpotensi Korupsi -->

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

Pakar Pidana: Temuan BPK Terkait Retribusi RoRo Berpotensi Korupsi

, Oktober 18, 2025
Dr. Yudi Krismen, S.H., M.H

RIAUEXPRESS, PEKANBARU - Pengelolaan retribusi Pelabuhan RoRo Air Putih–Sungai Selari, sesuai temuan Badan Periksaan Keuangan (BPK) adanya temuan serius dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bengkalis.


Bahkan Ombudsman RI Perwakilan Riau sendiri sebelumnya juga telah menemukan potensi maladministrasi dalam tata kelola pelabuhan pelayanan penyeberangan RoRo  Sei. Selari-Air Putih tersebut.


Dalam LHP, BPK menyebut, realisasi pendapatan retribusi daerah dari sektor kepelabuhanan mencapai Rp6,13 miliar. Namun, ditemukan beragam kejanggalan dan ketidakwajaran dalam proses pemungutan serta penyetoran.


Seperti pemungutan retribusi dilakukan oleh pihak ketiga, yakni Koperasi Karyawan Dinas Perhubungan, tanpa dokumen kerja sama dan dasar hukum yang jelas. Kemudian dana hasil retribusi tidak langsung disetorkan ke kas daerah, melainkan disimpan terlebih dahulu di brankas koperasi dengan jeda waktu penyetoran mencapai 5 hingga 28 hari.


Terkait hal ini, Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Riau (UIR) Dr. Yudi Krismen, S.H., M.H menilai, bahwa temuan BPK itu tidak bisa dianggap sepele, karena berpotensi masuk ke ranah pidana korupsi.


“Jika terjadi kebocoran dana dalam pemungutan uang RoRo, itu jelas masalah pidana. Harus diselesaikan melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) karena sudah menimbulkan kerugian keuangan negara dan menguntungkan pihak tertentu, "ujarnya ketika dihubungi wartawan, Sabtu (18/10/25).


Dijelaskannya, praktik tersebut dapat memenuhi unsur Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang serta perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.


“Kalau pemungutan dilakukan tanpa dasar hukum dan uang tidak langsung disetor ke kas negara, itu sudah masuk kategori penyalahgunaan kewenangan. Apalagi jika uang tersebut digunakan lebih dulu atau disimpan di luar mekanisme resmi,” ujarnya.


Lebih lanjut, Dr. Yudi menyebut tanggung jawab administratif tetap berada pada pejabat di bidang perhubungan.


 “Ada dua masalah di sini: dugaan pelanggaran hukum dan lemahnya tata kelola birokrasi. Keduanya harus diselidiki secara serius,” tegas Dosen Pascasarjana UIR ini 


Dr. Yudi juga mengingatkan bahwa Ombudsman RI Perwakilan Riau sejak tahun 2023 telah mengeluarkan lima rekomendasi penting untuk pembenahan tata kelola Pelabuhan RoRo Bengkalis. Rekomendasi tersebut meliputi:


1. Pemenuhan standar pelayanan sesuai Permenhub No.119/2015;

2. Anggaran pemeliharaan dan penambahan dermaga;

3. Evaluasi SK Bupati No. 658/KPTS/X/2021 tentang prioritas kendaraan dinas;

4. Pelatihan petugas pelabuhan;

5. Pembentukan BLUD Pelabuhan RoRo agar pengelolaan lebih profesional dan akuntabel. Namun hingga kini, rekomendasi tersebut belum terealisasi sepenuhnya.


“Ombudsman sudah jelas merekomendasikan transformasi kelembagaan. Pemerintah seharusnya membentuk Tim Percepatan Transformasi Pengelolaan RoRo, bukan hanya Satgas pengawasan, "ujarnya.


Menurutnya, pembenahan seharusnya dilakukan secara menyeluruh, mulai dari digitalisasi tiket, transparansi tarif, hingga peningkatan fasilitas publik.


“Tujuannya bukan administratif, tapi untuk membangun pelayanan publik yang modern dan akuntabel, "tambahnya.


Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Bengkalis, Adi Pranoto, menilai temuan BPK bersifat administratif dan tidak substantif.


“Itu hanya soal waktu penyetoran. Di lapangan, kapal RoRo beroperasi hingga malam hari, jadi ada kesepakatan penyetoran 2x24 jam. Tidak ada pelanggaran substansial, "ujar Adi kepada wartawan, Rabu (15/10/2025).


Namun, pernyataan tersebut dinilai belum menjawab akar persoalan, yakni ketidakjelasan mekanisme kerja sama dengan koperasi serta minimnya transparansi pengelolaan dana publik.


Penyeberangan RoRo Air Putih–Sungai Selari bukan sekadar soal antrean kendaraan dan kapal, tetapi menyangkut kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan daerah.


Temuan LHP BPK dan rekomendasi Ombudsman semestinya menjadi alarm keras bagi Pemkab Bengkalis untuk segera melakukan reformasi struktural dan keuangan di sektor transportasi laut.


"Bukan justru  menambah struktur baru seperti Satgas, publik berharap Pemkab Bengkalis berani membenahi sistem secara menyeluruh, memastikan setiap rupiah retribusi benar-benar masuk ke kas daerah dan bermanfaat bagi masyarakat, "jelasnya.**

TerPopuler