Soal Mantan Kapolda Sumbar, Petaka Dibalik Nikmatnya Cuan Narkoba -->

adsterra1

CETAK BERITA

Print Friendly and PDF

adsterra3

Soal Mantan Kapolda Sumbar, Petaka Dibalik Nikmatnya Cuan Narkoba

, Oktober 24, 2022
Pemerhati Masalah Sosial dan Politik, Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd


RIAUEXPRESS - Seorang Guru Sempoa tingkat SD, serta aktivis dakwah di lembaga AW Abacus Brain Gym, kota Samarinda, Kalimantan Timur Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd, menyampaikan sebuah kekecewaan terhadap oknum Polisi yang masih terlibat narkoba. 


Bahkan ia menyinggung seorang perwira Polisi yang ditangkap lantaran menjual narkoba jenis sabu, yakni mantan Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Irjen. Teddy Minahasa, yang saat itu sudah diciduk oleh Polri atas dugaan kasus penjualan barang bukti narkoba. Tak lama kemudian ramai di sosial media para netizen memposting ulang rekaman video pidato Teddy Minahasa.


Dalam vidio tersebut, Teddy Minahasa memerintahkan kepada jajaran, untuk tidak bermain-main dengan menyalahgunakan kewenangan sebagai anggota polisi demi materi. 


Teddy menegaskan, polisi adalah pengabdian dan rezeki akan mengikuti. Dia pun memerintahkan kepada anggotanya, agar jangan ada seorangpun yang menjadi tameng terhadap pelaku kejahatan dengan menggadaikan jabatan sebagai Polri.


Bak senjata makan tuan, pidato berapi-api Teddy berkebalikan dengan temuan di lapangan. Selain sudah berstatus tersangka, Kapolri Jenderal Listyo Sigit juga membatalkan penugasan barunya sebagai Kapolda Jawa Timur akibat kasus ini.


Teddy Minahasa terlibat sebagai pengendali barang bukti 5 kg sabu dari Sumbar di mana 3,3 kg sudah diamankan dan 1,7 kg sabu sudah dijual oleh seseorang dengan inisial DG yang telah ditahan dan diedarkan di Kampung Bahari, sebut polisi. 


Masih keterangan dari polisi, Teddy Minahasa akan dijatuhi Pasal 114 ayat 2 subsider pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 junto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman minimal 20 tahun penjara. 


Kasus Sambo belum diputus, publik kembali terkesiap dengan kasus Teddy Minahasa. Mereka berdua sama-sama polisi, beda obyek buruan saja. Yang satu memburu nyawa, sedangkan lainnya memburu harta. Tentulah ini semakin menambah keprihatinan, aparat yang semestinya wajib melindungi rakyat, tak ada bedanya dengan pelaku kriminalitas. 


Kalau sudah begini, sangatlah sulit untuk tidak muncul keraguan masyarakat atas kredibilitas aparat. Ingatan melayang pada sebuah kalimat usang zaman orang tua dulu: “Polisi jujur pasti miskin.”


Melandaskan kebahagiaan dengan melimpahnya cuan sememangnya hasil dari penerapan sistem hidup sekuler kapitalis. Konten gaya hidup sultan laris manis menangguk follower. Rumah dan mobil mewah, barang dan baju merk desainer luar negeri, plesiran keluar benua seolah-olah menjadi pola hidup yang wajib dipenuhi. 


Ajaran agama tidak menjadi dasar dalam berpikir dan bertindak. Apalagi alasan Teddy Minahasa jual narkoba kalau bukan karena harta?, padahal Teddy sendiri sudah kaya raya. Demikianlah kapitalisme, tidak pernah mengenal rumus cukup apalagi puas atas materi.


Sikap dan pandangan Islam terhadap narkoba sangat jelas. Dari aspek hukum, narkoba hukumnya haram. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).


Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai narkoba. Ada yang mengharamkan karena mengiaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama lain berpandangan narkoba haram karena melemahkan akal dan jiwa. 


Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah. Beliau mengatakan, “Rasulullah SAW melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” 


Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, hlm. 342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. 


Jadi, dengan kejelasan haramnya narkoba, negara tidak akan berkompromi dengan segala hal yang diharamkan syariat, apa pun bentuk dan jenisnya karena narkoba dapat mendatangkan bahaya bagi masyarakat. 


Kaidah usul fikih menyatakan, “Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudarat] adalah haram).” (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyyah, 3/457; Muhammad Shidqi bin Ahmad al-Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, 1/24).


Negara wajib melindungi masyarakat dari bahaya narkoba dengan menindak tegas para pelaku, mulai dari penjual, pengedar, pemakai, hingga pabrik-pabrik yang memproduksinya.


Sanksi bagi pelaku narkoba berupa takzir yang dapat berbeda-beda sesuai kadar kesalahannya. Hukuman bagi pelaku baru tentu berbeda dengan pelaku kriminal yang lama. Sanksi takzir bisa berupa penjara, cambuk, hingga hukuman mati.


Dari aspek paradigma, Islam harus menjadi jalan hidup seorang muslim. Setiap perilaku muslim harus sesuai tuntunan syariat. Karena kehidupan hanyalah bekal untuk amal akhirat. Standar perbuatan seorang muslim terikat dengan aturan Allah Taala. 


Negara berupaya membangun ketakwaan rakyatnya dengan menerapkan aturan Islam secara total bukan parsial, yaitu meliputi aspek politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan hankam. Negara tidak akan membiarkan bisnis-bisnis haram atau pelaku industri memproduksi barang haram.


Selain itu, negara juga akan merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa. Dengan dukungan sistem sanksi yang tegas, tidak akan ada saling suap aparat dengan pelaku, aparat yang menjual barang sitaan, ataupun mafia narkoba seperti saat ini.


Kiranya sudah bukan zamannya phobia terhadap apa-apa yang bersumber dari Islam. Silakan bandingkan angka kejahatan dalam sistem sekarang dan zaman peradaban Islam. Tahukah Anda, berapa angka kriminalitas yang terjadi dalam pemerintahan Khilafah Utsmaniyah selama berabad-abad? 


Menurut catatan sejarah dari Universitas Malaya Malaysia, sepanjang kurun waktu itu hanya ada sekitar 200 kasus yang diajukan ke pengadilan. 


Cukuplah ini menjadi bukti ketika Islam diterapkan secara menyeluruh ianya mampu membentengi negara, masyarakat bahkan individu dari marabahaya. 


Sistem Islam ini sudah dipraktekan hingga 13 abad lamanya mampu melindungi seluruh elemen masyarakat, baik yang muslim maupun yang non muslim. Semoga akan terwujud dalam waktu dekat. Wallahualam.**


Penulis: Pemerhati Masalah Sosial dan Politik, Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd

Pendidikan Terakhir : S1 Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Mulawarman, Samarinda

TerPopuler